Rabu, 25 Mei 2011

KONSEP KEPENDUDUKAN DI INDONESIA


MASALAH KEPENDUDUKAN DI NEGARA INDONESIA
OLEH 
CHANDRA DEWI PURWANTI


BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan jumlah penduduk yang banyak. Dapat dilihat dari hasil sensus penduduk yang semakin tahun semakin meningkat. Dalam pengetahuan tentang kependudukan dikenal sebagai istilah karakteristik penduduk yang berpengaruh penting terhadap proses demografi dan tingkah laku sosial ekonomi penduduk. (bahan kuliah dan makalah kesehatan)
Dibanding dengan negara-negara yang sedang berkembang lainnya, Indonesia menempati urutan ketiga dalam jumlah penduduk setelah Cina dan India. Indonesia merupakan negara yang sedang membangun dengan mempunyai masalah kependudukan yang sangat serius disertai dengan, yaitu jumlah penduduk yang sangat besar disertai dengan tingkat pertumbuhan yang relatif tinggi dan persebaran penduduk yang tidak merata. Jumlah penduduk bukan hanya merupakan modal , tetapi juga akan merupakan beban dalam pembangunan. .
Pertumbuhan penduduk yang meningkat berkaitan dengan kemiskinan dan kesejahteraan masyarakat. Pengetahuan tentang aspek-aspek dan komponen demografi seperti fertilitas, mortalitas, morbiditas, migrasi, ketenagakerjaan, perkawinan, dan aspek keluarga dan rumah tangga akan membantu para penentu kebijakan dan perencana program untuk dapat mengembangkan program pembangunan kependudukan dan peningkatan ksesejahteraan masyarakat yang tepat pada sasarannya.
Masalah utama yang dihadapi di bidang kependudukan di Indonesia
adalah masih tingginya pertumbuhan penduduk dan kurang seimbangnya penyebaran dan struktur umur penduduk. Program kependudukan dan keluarga
berencana bertujuan turut serta menciptakan kesejahteraan ekonomi dan sosial bagi seluruh masyarakat melalui usaha-usaha perencanaan dan pengendalian penduduk. Dengan demikian diharapkan tercapai keseimbangan yang baik antara jumlah dan kecepatan pertambahan penduduk dengan perkembangan produksi dan jasa.
2. RUMUSAN MASALAH
Dalam hal ini, demografi menitik beratkan perhatiannya terhadap hal utama yang dapat diamati, yaitu:
1. Pengertian Penduduk
2. Dinamika Kependudukan
3. Faktor-faktor Demografik yang mempengaruhi laju pertumbuhan penduduk
4. Transisi Demografik
3. TUJUAN
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Pelayanan KB pada jurusan D3 Kebidanan Semester IV
4. MANFAAT
Manfaat dari penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui Konsep kependudukan Indonesia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. PENGERTIAN PENDUDUK
Penduduk adalah Mereka yang berada di dalam dan bertempat tinggal atau berdomisili di dalam suatu wilayah Negara ( Menetap ) – Lahir secara turun temurun & besar di Negara itu
Penduduk atau warga suatu negara atau daerah bisa didefinisikan menjadi dua:
1. Orang yang tinggal di daerah tersebut
2. Orang yang secara hukum berhak tinggal di daerah tersebut. Dengan kata lain orang yang mempunyai surat resmi untuk tinggal di situ. Misalkan bukti kewarganegaraan, tetapi memilih tinggal di daerah lain.
Ilmu yang mempelajari tentang masalah kependudukan adalah Demografi. Istilah Demografi pertama sekali ditemukan oleh Achille Guillard.
John Graunt adalah seorang pedagang di London yang menganalisis data kalahiran dan kematian, migrasi dan perkawinan yang berkaitan dalam proses pertumbuhan penduduk. Sehinnga John Graunt dianggap sebagai bapak Demografi.
Dalam sosiologi, penduduk adalah kumpulan manusia yang menempati wilayah geografi dan ruang tertentu. Masalah-masalah kependudukan dipelajari dalam ilmu demografi. Berbagai aspek perilaku manusia dipelajari dalam sosiologi, ekonimi, dan geografi. Demografi banyak digunakan dalam pemasaran, yang berhubungan erat dengan unit-unit ekonomi, seperti pengencer hingga pelanggan potensial (Wikipedia,2009). Kependudukan atau demografi adalah ilmu yang mempelajari dianmika kependudukan manusia. Meliputi didalamnya ukuran, struktur, dan distribusi penduduk, serta bagaimana jumlah penduduk setiap waktu akibat kelahiran, kematian, migrasi, serta penuaan. Analisis kependudukan dapat merujuk masyarakat secara keseluruhan atau kelompok tertentu yang didasarkan kriteria seperti pendidikan, kewarganegaraan, agama, atau etnisitas tertentu.
2. DINAMIKA KEPENDUDUKAN
Dinamika kependudukan adalah perubahan penduduk. Perubahan tersebut selalu terjadi dan dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1992 Tentang ´Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera disebut sebagai Perkembangan Kependudukan. Perkembangan kependudukan terjadi akibat adanya perubahan yang terjadi secara mauoun karena perilaku yang terkait dengan upaya memenuhi kebutuhannya. Perubahan alami tersebut adalah karena kematian dan kelahiran. Sedangkan yang terkait dengan upaya pemenuhan kebutuhan adalah migrasi atau pindahan tempat tinggal.
Setiap perubahan yang diakibatkan salah satu faktor perubahan penduduk tersebut akan berdampak pada keseluruhan, misalnya jumlah menurut umur penduduk dan jenis kelamin penduduk.
Yang diperlukan dalam pengukuran dinamika kependudukan adalah :
a. Indikator
Indikator diperlukan untuk mengetahui dan mempelajari dengan tepat berbagai keadaan atau perubahan yang terjadi pada penduduk disuatu negara. Indikator dalam demografi terdiri dari beberapa hal, yaitu :
o Jumlah penduduk
o Komposisi penduduk menurut jenis kelamin, umur, suku bangsa, pendidikan, agama, pekejaan, dan lain-lain
o Proses demografi yang mempengaruhi jumlah dan komposisi penduduk
b. Parameter
Ukuran atau satuan yang memberikan penilaian kuantitatif. Dikenal 2 macam pengukuran, yaitu :
o Angka Absolut
o Angka Relatif
Dinamika kependudukan menjelaskan bahwa di samping jumlah absolutnya yang tetap tinggi, persoalan kependudukan di Indonesia meliputi persebaran serta kualitas penduduk dipandang dari sudut sumberdaya manusia secara keseluruhan.
Manfaat dari memahami dinamika penduduk adalah :
1) Mengetahui jumlah penduduk pada suatu waktu dan wilayah tertentu.
2) Memahami perkembangan dari keadaan dahulu, sekarang dan perkiraan yang akan datang.
3) Mempelajari hubungan sebab akibat keadaan penduduk dengan aspek kehidupan lain misalnya ekonomi, pendidikan, sosial, kesehatan dan lain-lain.
4) Merancang antisipasi menghadapi perkembangan kependudukan yang terjadi baik hal yang menguntungkan maupun merugikan.
3. FAKTOR-FAKTOR DEMOGRAFIK YANG MEMPENGARUHI LAJU PERTUMBUHAN PENDUDUK
1) ANGKA KELAHIRAN (fertilitas)
Fertilitas dalam pengertian demografi adalah kemampuan seorang wanita secara riil untuk melahirkan yang diwujudkan dalam jumlah bayi yang senyatanya dilahirkan. Tinggi rendahnya kelahiran erat hubungannya dan tergantung Pada struktur umur, banyaknya kelahiran, banyaknya perkawinan, penggunaan alat kontrasepsi, aborsi, tingkat pendidikan, status pekerjaan, serta pembangunan.
Beberapa fertilitas yang sering digunakan adalah :
1) Angka kelahiran kasar (Crude Birth Rate)
Angka kelahiran kasar adalah angka yang menunjukkan jumlah kelahiran
pertahun di satu tempat per seribu penduduk.
CBR dapat dihitung dengan rumus berikut ini.
clip_image003
Keterangan :
Cbr : crude birth rate (angka kelahiran kasar)
L : jumlah kelahiran selama 1 tahun
P : jumlah penduduk pada pertengahan tahun
1.000 : konstanta
Kriteria angka kelahiran kasar (cbr) di bedakan menjadi tiga macam.
- cbr < 20, termasuk kriteria rendah
- cbr antara 20 – 30, termasuk kriteria sedang
- cbr > 30, termasuk kriteria tinggi
2) Angka kelahiran khusus (age specific birth rate/asbr)
angka kelahiran khusus yaitu angka yang menunjukkan banyaknya kelahiran bayi setiap 1.000 penduduk wanita pada kelompok umur tertentu. asbr dapat dihitung dengan rumus berikut ini.
clip_image005
keterangan :
- asbr: angka kelahiran khusus
- li : jumlah kelahiran dari wanita pada kelompok umur tertentu
- pi : jumlah penduduk wanita umur tertentu pada pertengahan tahun
1.000 : konstanta
3) angka kelahiran umum (general fertility rate/gfr)
angka kelahiran umum yaitu angka yang menunjukkan banyaknya kelahiran setiap 1.000 wanita yang berusia 15 – 49 tahun dalam satu tahun. gfr dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut ini.
clip_image007
keterangan :
gfr = angka kelahiran umum
l = jumlah kelahiran selama satu tahun
w(15 – 49) = jumlah penduduk wanita umur 15 – 49 tahun pada pertengahan tahun.
1.000 = konstanta besar kecilnya angka kelahiran (natalitas) dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Berikut ini faktor pendorong dan faktor penghambat kelahiran.
A. faktor pendorong kelahiran (pronatalitas)
1) anggapan bahwa banyak anak banyak rezeki.
2) sifat alami manusia yang ingin melanjutkan keturunan.
3) pernikahan usia dini (usia muda).
4) adanya anggapan bahwa anak laki-laki lebih tinggi nilainya, jika dibandingkan dengan anak perempuan, sehingga bagi keluarga yang belum memiliki anak laki-laki akan berusaha untuk mempunyai anak laki-laki.
5) adanya penilaian yang tinggi terhadap anak, sehingga bagi keluarga yang belum memiliki anak akan berupaya bagaimana supaya memiliki anak.
B. Faktor penghambat kelahiran (antinatalitas)
1) adanya program keluarga berencana (kb).
2) kemajuan di bidang iptek dan obat-obatan.
3) adanya peraturan pemerintah tentang pembatasan tunjungan anak bagi pns.
4) adanya uu perkawinan yang membatasi dan mengatur usia pernikahan.
5) penundaan usia pernikahan karena alasan ekonomi, pendidikan dan karir.
6) adanya perasaan malu bila memiliki banyak anak
2) ANGKA KEMATIAN (MORTALITAS)
angka kematian dibedakan menjadi tiga macam yaitu angka kematian kasar, angka kematian khusus, dan angka kematian bayi.
1) angka kematian kasar (crude death rate/cdr) angka kematian kasar yaitu angka yang menunjukkan banyaknya kematian setiap 1.000 penduduk dalam waktu satu tahun. cbr dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut ini.
clip_image009
keterangan :
asdr = angka kematian kasar
m = jumlah kematian selama satu tahun
p = jumlah penduduk pertengahan tahun
1.000 = konstanta
kriteria angka kematian kasar (cdr) dibedakan menjadi tiga macam.
- cdr kurang dari 10, termasuk kriteria rendah
- cdr antara 10 – 20, termasuk kriteria sedang
cdr lebih dari 20, termasuk kriteria tinggi
2) angka kematian khusus (age specific death rate/asdr) angka kematian khusus yaitu angka yang menunjukkan banyaknya kematian setiap 1.000 penduduk pada golongan umur tertentu dalam waktu satu tahun. asdr dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut ini.
clip_image011
Keterangan :
Asdr = angka kematian khusus
Mi = jumlah kematian pada kelompok umur tertentu
Pi = jumlah penduduk pada kelompok tertentu
1.000 = konstanta
3) angka kematian bayi (infant mortality rate/imr) angka kematian bayi yaitu angka yang menunjukkan banyaknya kematian bayi (anak yang umurnya di bawah satu tahun) setiap 1.000 kelahiran bayi hidup dalam satu tahun. Imr dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut ini.
Keterangan :
Kriteria angka kematian bayi dibedakan menjadi berikut ini.
v imr kurang dari 35, termasuk kriteria rendah
v imr antara 35 sampai 75, termasuk kriteria sedang
v imr antara 75 sampai 125, termasuk kriteria tinggi
v imr lebih dari 125, termasuk kriteria sangat tinggi
Tinggi rendahnya angka kematian penduduk dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor pendorong dan faktor penghambat.
1) faktor pendorong kematian (promortalitas)
(a) adanya wabah penyakit seperti demam berdarah, flu burung dan sebagainya.
(b) adanya bencana alam seperti gempa bumi, tsunami, banjir dan sebagainya.
(c) kesehatan serta pemenuhan gizi penduduk yang rendah.
(d) adanya peperangan, kecelakaan, dan sebagainya.
(e) tingkat pencemaran yang tinggi sehingga lingkungan tidak sehat.
2) faktor penghambat kematian (antimortalitas)
(a) tingkat kesehatan dan pemenuhan gizi masyarakat yang sudah baik.
(b) negara dalam keadaan aman dan tidak terjadi peperangan.
(c) adanya kemajuan iptek di bidang kedokteran sehingga berbagai macam penyakit dapat diobati.
(d) adanya pemahaman agama yang kuat oleh masyarakat sehingga tidak melakukan tindakan bunuh diri atau membunuh orang lain, karena ajaran agama melarang hal tersebut.
3) MIGRASI
Migrasi merupakan salah satu faktor yang memengaruhi angka pertumbuhan penduduk. Migrasi adalah perpindahan penduduk. Orang dikatakan telah melakukan migrasi apabila orang tersebut telah melewati batas administrasi wilayah lain.
Jenis-jenis migrasi
A.transmigrasi (perpindahan dari satu daerah (pulau) untuk menetap ke daerah lain di dalam wilayah republik indonesia).
B.urbanisasi (perpindahan penduduk dari desa ke kota besar)
C.emigrasi (perpindahan penduduk dari dalanegeri kemudian menetap di luar negeri).
D. Imigrasi (kebalikan dari emigrasi)
E. Re-emigrasi (kembali ke tempat asal)
1) migrasi keluar adalah keluarnya penduduk dari suatu wilayah menuju wilayah lain dan bertujuan untuk menetap di wilayah yang didatangi.
2) migrasi masuk adalah masuknya penduduk dari wilayah lain ke suatu wilayah dengan tujuan menetap di wilayah tujuan. Migrasi keluar adalah orang yang melakukan migrasi ditinjau dari daerah asalnya, sedangkan migrasi masuk adalah orang yang melakukan migrasi ditinjau dari daerah tujuannya.
Migran menurut dimensi waktu adalah orang yang berpindah ketempat lain dengan tujuan untuk menetap dalam waktu 6 bulan atau lebih. Terdapat beberapa kriteria migran diantaranya:
a. Migran seumur hidup (life time migrant)
b. Migran Risen (recent migrant)
c. Migran total (total m igrant)
1) Rasio Ketergantungan
Rasio ketergantungan (Depedency Ratio) adalah perbandingan antara jumlah penduduk berumur 0-14 tahun, ditambah dengan jumlah penduduk 65 tahun keatas dibandingkan dengan jumlah penduduk usia 15-64 tahun. Rasio ketergantungan dapat dilihat menurutr usia yakni rasio ketergantungan muda dan rasio ketergantungan tua.
Rasio ketergantungan merupakan indicator demografi yang sangat penting. Semakin tingginya presentase dependency ratio menunjukan semakin tingginya beban yang harus ditanggung penduduk yang produktif dan tidak produktif lagi. Sedangkan presentase dependency ratio yang semakin rendah menunjukan semakin rendahnya beban yang ditanggung penduduk yang produktif untuk memembiayai penduduk yang belum produktif dan tidak produktif lagi.
Rasio ketergantungan didapat dengan membagi total dari jumlah pnduduk usia belum produktif (0-14 tahun) dan jumlah penduduk usia tidak produktif (65 tahun keatas) dengan jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun).clip_image013
clip_image015
clip_image017
clip_image019
Dimana
RK Total = Rasio Ketergantungan Penduduk Usia Muda dan Tua
RK Muda = Rasio Ketergantungan Panduduk Usia Muda
RK Tua = Rasio Ketergantungan Penduduk Usia Tua
P (0-14) = Jumlah Penduduk Usia Muda (0-14 tahun)
P (65+) = Jumlah Penduduk Usia Tua (65 tahun keatas)
P (15-64) = Jumlah Penduduk Usia Produktif (15-64)
2) Angka Perkawinan Umum
Angka perkawinan umum (APU) menunjukan proporsi penduduk yang berstatus kawin terhadap jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas pada pertengahan tahun untuk satu tahun tertentu.
Konsep perkawinan lebih difokuskan kepada keadaan dimana seorang laki-laki dan seorang perempuan hudup bersama dalam kurun waktu yang lama. Dalam hal ini hidup bersama dapat dikukuhkan dengan perkawinan yang syah sesuai dengan undang-undang atau peraturan hukum yang ada (Perkawinan de jure) ataupun tanpa pengesahan perkawinan (de facto). Tetapi untuk keperluan studi demografi, badan pusat statistic mendefinisikan seseorang berstatus kawin apabila mereka terikat dalam perkawinan pada saat pencacahan baik yang tinggal bersama maupun terpisah yang menikah secara syah maupun yang hidup bersama yang oleh masyarakat disekelilingnya dianggap syah sebagai suami isteri (BPS, 200). Indikator perkawinana berguna bagi penentu kebijakan dan pelaksanaan program kependudukan terutama dalam pengembangan program-program peningkatan kualitas keluarga dan perencanaan keluarga.
3) Pengaruh Program KB
Berikut ini adalah beberapa istilah yang digunakan dalam analisa keluarga berencana (KB) beserta definisinya.
a. Pasangan Usia Subur (PUS) adalah pasangan suami istri yang istrinya berusia 15-49 tahun.
b. Pemakai alat/cara KB adalah seseorang yang sedang atau pernah memakai alat/cara KB.
c. Pernah memakai alat/cara KB (ever user) adalah seseorang yang pernah memakai alat/cara KB.
d. Pemakai alat/cara KB aktif (Current User) adalah seseorang yang sedang memakai alat/cara KB.
e. Alat/cara KB adalah alat/cara yang digunakan untuk mengatur kelahiran.
Kebutuhan KB yang tidak dipenuhi (Unment need) adalah presentase perempuan usia subur yang tidak ingin mempunyai anak lagi, atau ingin menunda kelahiran berikutnya, tetapi tidak memakai alat/cara KB.
4. TRANSISI DEMOGRAFI
Transisi demografi adalah perubahan terhadap fertilitas dan mortilitas yang besar. Perubahan atau transisi tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :
clip_image021
Pada gambar diatas terlihat transisi penduduk ada posisi stabil pada tingkat kelahiran tinggi, menjadi turun ke stabil pada kelahiran dan kematian rendah.
A. Pada keadaan I
Tingkat kelahiran dan kematian tinggi antara 40 sampai 50. Keadaannya masih alami tingkat kelahiran tinggi/ tidak terkendali dan tingkat ekonomi yang rendah, sehingga kesehatan dan gizi lingkungan kurang mendukung. Akibatnya kelaparan dan kejadian penyakit tinggi sehingga tingkat kematian pun tinggi (kondisi pra intervensi/pembangunan).
B. Pada keadaan II
Angka kematian turun lebih dahulu akibat peningkatan pembangunan dan teknologi, misalnya dibidang kesehatan, lingkungan, perumahan dan lain-lain. Kondisi ekonomi makin membaik akibat pembangunan dan pendapatan penduduk meningkat sehingga kesehatan semakin baik. Akibatnya tingkat kelahiran tetap tinggi (makin sehat) tetapi angka kematian menurun (akibat kesehatan dan lain- lain). Pada kondisi ini akan terasa tingginya laju pertumbuhan penduduk alami, seperti dialami indonesia pada periode tahun 1970 sampai 1980 dengan angka pertumbuhan 2,32 % per tahun.
C. Pada keadaan III
Terjadi perubahan akibat pembangunan dan juga upaya pengendalian penduduk, maka sikap terhadap fertilitas berubah menjadi cenderung punya anak sedikit, maka turunnya tingkat kematian juga diikuti turunnya tingkat kelahiran sehingga pertumbuhan penduduk menjadi tidak tinggi lagi. Keadaan tersebut dapat dilihat pada pertumbuhan penduduk indonesia periode 1980 sampai 1990 yang turun menjadi 1,85 %.
D. Pada keadaan IV
Bila penurunan tingkat kelahiran dan kematian berlangsung terus menerus, maka akan mengakibatkan pertumbuhan yang stabil pada tingkat yang rendah indonesia sedang menuju/mengharap tercapainya kondisi ini yaitu penduduk bertambah sangat rendah atau tanpa pertumbuhan. Demikian lah gambaran transisi demografi yang dapat dipercepat dengan peningkatan pembangunan terutama bidang ekonomi, kesehatan, pendidikan, dan kb.
Menurut blacker (1947) ada 5 phase dalam teori transisi demografi, dimana khususnya phase 2 dan 3 adalah phase transisi.
Tahap-tahap dalam transisi demografi
1. Tahap stasioner tinggi
Tingkat kelahiran: tinggi
Tingkat kematian: tinggi
Pertumbuhan alami: nol/sangat rendah
Contoh: eropa abad 14
2. Tahap awal perkembangan
Tingkat kelahiran: tinggi (ada budaya pro natalis)
Tingkat kematian: lambat menurun
Pertumbuhan alami: lambat
Contoh: india sebelum pd ii
3. Tahap akhir perkembangan
Tingkat kelahiran: menurun
Tingkat kematian: menurun lebih cepat dari tingkat kelahiran
Pertumbuhan alami: cepat
Contoh: australia, selandia baru tahun ‘30an
4. Tahap stasioner rendah
Tingkat kelahiran: rendah
Tingkat kematian: rendah
Pertumbuhan alami: nol/sangat rendah
Contoh: perancis sebelum pd ii
5. Tahap menurun
Tingkat kelahiran: rendah
Tingkat kematian: lebih tinggi dari tingkat kelahiran
Pertumbuhan alami: negatif
Contoh: jerman timur & barat tahun ‘75
Ada beberapa masalah dalam mengaplikasikan teori transisi demografi bagi negara-negara berkembang. Bila di eropa, penurunan mortalitas lebih dikarenakan pembangunan sosio ekonomi, namun penurunan mortalitas dan fertilitas di negara-negara berkembang lebih karena pengaruh faktor-faktor lain seperti: peningkatan pemakaian kontrasepsi, peningkatan perhatian pemerintah, modernisasi, pembangunan dll.
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Masalah kependudukan adalah masalah yang paling penting dalam pembangunan suatu negara karena dapat menghambat pembangunan nasional yang sedang dilaksanakan. Dengan persebaran penduduk yang lebih merata dimaksudkan untuk membantu mengurangi berbagai beban sosial, ekonomi dan ling¬kungan yang ditimbulkan akibat tekanan kepadatan penduduk yang semakin meningkat. Di samping itu persebaran penduduk yang lebih merata juga dimaksudkan untuk membuka dan mengem¬bangkan wilayah baru guna memperluas lapangan kerja dan me¬manfaatkan sumber daya alam sehingga lebih berhasil guna. Jumlah penduduk yang lebih sedikit akan mempermudah pemerintah untuk meningkatkan derajat hidup, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Dengan demikian hasil pembangunan dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat, baik di wilayah yang berkepadatan tinggi maupun di wilayah baru.

DAFTAR PUSTAKA
Biran Afandi, Kontrasepsi, Keluarga Berencana, Ilmu Kebidanan, Jakarta, Yayasan Bina Pustaka, Sarwono Prawiroharjo, 1991
BKKBN, Gerakan Keluarga Berencana Nasional, Jakarta, 1998
BKKBN, Kependudukan KB dan KIA, Bandung Balai Litbang, 1999.
http://warnawarnidina.blogspot.com/2010/10/kependudukan-dan-mobilitas-sosial.html [diakses 21 MARET 2011].
http://www.datastatistik-indonesia.com/content/view/83/115/
http://www.hprory.com/transisi-demografi/

Senin, 23 Mei 2011

ABoRtus


Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat tertentu) sebelum kehamilan tersebut berusia 20 minggu dan berat janin kurang dari 500 gram atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup diluar kandungan.
Etiologi Abortus
Pada kehamilan muda abortus tidak jarang didahului oleh kematian mudigah. Sebaliknya pada kehamilan lebih lanjut biasanya janin dikeluarkan dalam keadaan masih hidup. Hal-hal yang dapat menyebabkan abortus dapat dibagi sebagai berikut.
Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi
Kelainan hasil konsepsi yang berat dapat menyebabkan kematian mudigah pada kehamilan muda. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kelainan dalam pertumbuhan ialah sebagai berikut.
  1. Kelainan kromosom.
Kelainan yang sering ditemukan pada abortus spontan adalah trisomi,poliploidi dan kemungkinan pula kelainan kromosom seks.
  1. Lingkungan kurang sempurna.
Bila lingkungan di endometrium di sekitar tempat implantasi kurang sempurna sehinggga pemberian zat-zat makanan pada hasil konsepsi terganggu.
  1. Pengaruh dari luar.
Radiasi, virus, obat-obatan, dan sebagainya dapat mempengaruhi baik hasil konsepsi maupun lingkungan hidupnya dalam uterus. Pengaruh ini umumnya dinamakan pengaruh teratogen. Zat teratogen yang lain misalnya tembakau, alkohol, kafein, dan lainnya.
  1. Kelainan pada plasenta
Endarteritis dapat terjadi dalam vili koriales dan menyebabkan oksigenisasi plasenta terganggu, sehingga menyebabkan gangguan pertumbuhan dan kematian janin. Keadaan ini biasa terjadi sejak kehamilan muda misalnya karena hipertensi menahun.
  1. Penyakit ibu.
a)     penyakit infeksi dapat menyebabkan abortus yaitu pneumonia, tifus abdominalis, pielonefritis, malaria, dan lainnya. Toksin, bakteri, virus, atau plasmodium dapat melalui plasenta masuk ke janin, sehingga menyebabkan kematian janin, kemudian terjadi abortus.
b)    Kelainan endokrin misalnya diabetes mellitus, berkaitan dengan derajat kontrol metabolik pada trimester pertama.selain itu juga hipotiroidism dapat meningkatkan resiko terjadinya abortus, dimana autoantibodi tiroid menyebabkan peningkatan insidensi abortus walaupun tidak terjadi hipotiroidism yang nyata.
  1. kelainan traktus genitalia
retroversion uteri, mioma uteri, atau kelainan bawaan uterus dapat menyebabkan abortus. Tetapi, harus diingat bahwa hanya retroversion uteri gravid inkarserata atau mioma submukosa yang memegang peranan penting. Sebab lain abortus dalam trimester ke 2 ialah serviks inkompeten yang dapat disebabkan oleh kelemahan bawaan pada seviks, dilatasi serviks berlebihan,konisasi, amputasi, atau robekan serviks luas yang tidak dijahit.
Patologi Abortus
Pada awal abortus terjadi perdarahan dalam desidua basalis kemudian diikuti oleh nekrosis jaringan disekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian atau seluruhnya, sehingga merupakan benda asing dalam uterus. Keadaan ini menyebabkan uterus berkontraksi untuk mengeluarkan isinya. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu hasil konsepsi biasanya dikeluarkan seluruhnya karena villi koriales  belum menembus desidua lebih dalam, sehingga hasil konsepsi mudah dilepaskan. Pada kehamilan 8 sampai 14 minggu villi koriales menembus desidua lebih dalam sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan sempurna yang dapat menyebabkan banyak perdarahan. Pada kehamilan 14 minggu keatas umumnya yang dikeluarkan setelah ketuban pecah adalah janin disusul dengan plasenta. Pedarahan jumlahnya tidak banyak jika plasenta segera terlepas dengan lengkap.
Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk. Adakalanya kantong amnion kosong atau tampak didalamnya benda kecil tanpa bentuk yang jelas (blighted ovum) atau janin telah mati dalam waktu yang lama (missed abortion).
Apabil mudigah yang mati tidak dikeluarkan secepatnya, maka akan menjadi mola karneosa. Mola karneosa merupakan suatu ovum yang dikelilingi oleh kapsul bekuan darah. Kapsul memiliki ketebalan bervariasi, dengan villi koriales yang telah berdegenerasi tersebar diantaranya. Rongga kecil didalam yang terisi cairan tampak menggepeng dan terdistorsi akibat dinding bekuan darah lama yang tebal. Bentuk lainnya adalah mola tuberosa, dalam hal ini amnion tampak berbenjol-benjol karena terjadi hematoma antara amnion dan korion.
Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan dapat terjadi proses mumifikasi. Mumifikasi merupakan proses pengeringan janin karena cairan amnion berkurang akibat diserap, kemudian janin menjadi gepeng (fetus kompresus). Dalam tingkat lebih lanjut janin dapat menjadi tipis seperti kertas perkamen (fetus papiraseus).
Kemungkinan lain pada janin mati yang tidak cepat dikeluarkan adalah terjadinya maserasi. Tulang-tulang tengkorak kolaps dan abdomen kembung oleh cairan yang mengandung darah. Kulit melunak dan terkelupas in utero atau dengan sentuhan ringan. Organ-organ dalam mengalami degenerasi dan nekrosis.
Klasifikasi Abortus
Berdasarkan jenis tindakan, abortus dibedakan menjadi 2 golongan yaitu:
1)    abortus spontan
abortus yang berlangsung tanpa tindakan. Kata lain yang luas digunakan adalah keguguran (miscarriage).
2)    abortus provokatus
abortus provokatus adalah pengakhiran kehamilan sebelum 20 minggu akibat suatu tindakan. Abortus provokatus dibagi menjadi 2 yaitu :
a)     Abortus provokatus terapeutik / artificialis
Merupakan terminasi kehamilan secara medis atau bedah sebelum janin mampu hidup (viabel). Beberapa indikasi untuk abortus terapeutik diantaranya adalah penyakit jantung persisten dengan riwayat dekompensasi kordis dan penyakit vaskuler hipertensi tahap lanjut. Yang lain adalah karsinoma serviks invasif. American College Obstetricians and Gynecologists (1987) menetapkan petunjuk untuk abortus terapeutik :
  • Apabila berlanjutnya kehamilan dapat mengancam nyawa ibu atau mengganggu kesehatan secara serius. Dalam menentukan apakah memang terdapat resiko kesehatan perlu dipertimbangkan faktor lingkungan pasien.
  • Apabila kehamilan terjadi akibat perkosaan atau incest. Dalam hal ini pada evaluasi wanita yang bersangkutan perluditerapkan kriteria medis yang sama.
  • Apabila berlanjutnya kehamilan kemungkinan besar menyebabkan lahirnya bayi dengan retardasi mental atau deformitas fisik yang berat.
b)    Abortus provokatus kriminalis
Abortus provokatus kriminalis adalah interupsi kehamilan sebelum janin mampu hidup atas permintaan wanita yang bersangkutan, tetapi bukan karena alasan penyakit janin atau gangguan kesehatan ibu. Sebagian besar abortus yang dilakukan saat ini termasuk dalam katagori ini.
Secara klinik abortus dapat diklasifikasikan menjadi :
1)             Abortus imminens
Abortus imminens adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus dan tanpa dilatasi serviks. Pada kondisi seperti ini, kehamilan masih mungkin berlanjut atau dipertahankan.
2)             Abortus insipiens
Abortus insipiens adalah peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks uterus yang meningkat, tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus. Kondisi ini menunjukan proses abortus sedang berlangsung dan akan berlanjut menjadi abortus inkomplit atau komplit.
3)             Abortus inkomplit
Abortus inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus.
4)             Abortus komplit
Abortus komplit adalah pengeluaran seluruh hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu.
5)             Abortus tertunda (missed abortion)
Abortus tertunda adalah kematian janin berusia sebelum 20 minggu, tetapi janin yang mati tersebut tidak dikeluarkan selama 8 minggu atau lebih. Etiologi missed abortion tidak diketahui, tetapi diduga adanya pengaruh hormone progesteron. Pemakaian hormon progesteron pada abortus imminens mungkin juga dapat menyebabkan missed abortion.
6)             Abortus habitualis
Abortus habitualis adalah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut-turut. Etiologi abortus habitualis pada dasarnya sama dengan penyebab abortus spontan. Selain itu telah ditemukan sebab imunologik yaitu kegagalan reaksi terhadap antigen lymphocyte trophoblast cross reactive (TLX). Pasien dengan reaksi lemah atau tidak ada akan mengalami abortus.
7)             Abortus infeksiosa, abortus septik
Abortus infeksiosa adalah abortus yang disertai infeksi pada genitalia, sedangkan abortus septik adalah abortus infeksiosa berat disertai penyebaran kuman atau toksin ke dalam peredaran darah atau peritoneum.
8)             Abortus servikalis
Pada abortus servikalis keluarnya hasil konsepsi dari uterus dihalangi oleh ostium uteri eksternum yang tidak membuka, sehingga semuanya terkumpul dalam kanalis servikalis, dan serviks uteri menjadi besar dengan dinding yang menipis.
Diagnosis Abortus
Abortus harus diduga bila seorang wanita dalam masa reproduksi mengeluh tentang perdarahan pervaginam setelah mengalami terlambat haid. Kecurigaan tersebut diperkuat dengan ditentukannya kehamilan muda pada pemeriksaan bimanual dan dengan tes kehamilan secara biologis (Galli Mainini) atau imunologik (Pregnosticon, Gravindex).
Sebagai kemungkinan diagnosis yang lain harus dipikirkan kehamilan ektopik terganggu, mola hidatidosa, atau kehamilan dengan kelainan pada serviks.
Kehamilan ektopik terganggu dengan hematokel retrouterina kadang sulit dibedakan dengan abortus dimana uterus posisi retroversi. Pada keduanya ditemukan amenorea disertai perdarahan pervaginam, rasa nyeri di perut bagian bawah, dan tumor dibelakang uterus. Tetapi keluhan nyeri biasanya lebih hebat pada kehamilan ektopik. Apabila gejala-gejala menunjukan kehamilan ektopik terganggu, dapat dilakukan kuldosintesis untuk memastikan diagnosanya. Pada molahidatidosa uterus biasanya lebih besar daripada lamanya amenorea dan muntah lebih sering. Apabila ada kecurigaan terhadap molahidatidosa, perlu dilakukan pemeriksaan ultrasonografi.
Karsinoma serviks uteri, polypus serviks dan sebagainya dapat menyertai kehamilan. Perdarahan dari kelainan ini dapat menyerupai abortus. Pemeriksaan dengan spekulum, pemeriksaan sitologik dan biopsi dapat menentukan diagnosis dengan pasti.
Abortus imminens
Diagnosis abortus imminens ditentukan karena adanya perdarahan melalui ostium uteri eksternum, disertai mules sedikit atau tidak sama sekali, uterus membesar sebesar tuanya kehamilan , serviks belum membuka, dan tes kehamilan positif. Pada beberapa wanita hamil dapat timbul perdarahan sedikit pada saat haid yang semestinya datang jika tidak terjadi pembuahan. Hal ini disebabkan oleh penembusan villi koriales kedalam desidua, pada saat implantasi ovum. Perdarahan implantasi biasanya sedikit, darah berwarna merah, dan cepat berhenti, serta tidak disertai rasa mulas.
Pemeriksaan penunjang yang dapat menegakan diagnosis abortus imminens salah satuya adalah dengan pemeriksaan USG. Pada USG dapat ditemukan buah kehamilan masih utuh. Diagnosis meragukan jika kantong kehamilan masih utuh, tetapi pulsasi jantung janin belum jelas.
Abortus insipiens
Diagnosis abortus insipiens ditentukan karena adanya perdarahan melalui ostium uteri eksternum, disertai mules atau adanya kontraksi uterus. Pada pemeriksaan dalam,ostium terbuka, buah kehamilan masih didalam uterus, serta ketuban masih utuh dan dapat menonjol.
Pada kehamilan lebih dari 12 minggu biasanya perdarahan tidak banyak dan bahaya perforasi pada kerokan akan lebih besar, maka sebaiknya proses abortus dipercepat dengan pemberian infus oksitosin.
Abortus inkomplit
Diagnosis abortus inkomplit ditentukan karena adanya perdarahan melalui ostium uteri eksternum, disertai mules atau adanya kontraksi uterus. Apabila perdarahan banyak dapat menyebabkan syok dan perdarahan tidak akan berhenti sebelum sisa hasil konsepsi dikeluarkan. Pada pemeriksaan vaginal, kanalis servikalis terbuka dan jaringan dapat diraba dalam kavum uteri atau kadang-kadang sudah menonjol dari ostium uteri eksterum.
Abortus inkomplit sering berhubungan dengan aborsi yang tidak aman, oleh karena itu periksa tanda-tanda komplikasi yang mungkin terjadi akibat abortus provokatus seperti perforasi, dan tanda-tanda infeksi atau sepsis.
Abortus komplit
Pada abortus komplit ditemukan adanya perdarahan yang sedikit, ostium uteri telah menutup, dan uterus telah mengecil. Diagnosis dapat dipermudah apabila hasil konsepsi dapat diperiksa dan dapat dinyatakan bahwa semuanya sudah keluar dengan lengkap.
Abortus tertunda (missed abortion)
Dahulu diagnosis biasanya tidak dapat ditentukan dalam satu kali pemeriksaan, melainkan memerlukan waktu pengamatan untuk menilai tanda-tanda tidak tumbuhnya atau bahkan mengecilnya uterus yang kemudian menghilang secara spontan atau setelah pengobatan. Gejala subyektif kehamilan menghilang, mammae agak mengendor lagi, uterus tidak membesar lagi bahkan mengecil, tes kehamilan menjadi negatif, serta denyut jantung janin menghilang. Dengan ultrasonografi (USG) dapat ditentukan segera apakah janin sudah mati dan besarnya sesuai dengan usia kehamilan. Perlu diketahui pula bahwa missed abortion kadang-kadang disertai gangguan pembekuan darah karena hipofibrinogenemia, sehingga pemerikaan kearah ini perlu dilakukan.
Abortus habitualis
Diagnosis abortus habitualis tidak sukar ditentukan dengan anamnesis. Khususnya diagnosis abortus habitualis karena inkompetensia menunjukan gambaran klinik yang khas yaitu dalam kehamilan triwulan kedua terjadi pembukaan serviks tanpa disertai mulas, ketuban menonjol dan pada suatu saat pecah. Kemudian timbul mulas yang selanjutnya diikuti dengan melakukan pemeriksaan vaginal tiap minggu. Penderita sering mengeluh bahwa ia telah mengeluarkan banyak lender dari vagina. Diluar kehamilan penentuan serviks inkompeten dilakukan dengan histerosalfingografi yaitu ostium internum uteri melebar lebih dari 8 mm.
Abortus infeksiosa, abortus septik
Diagnosis abortus infeksiosa ditentukan dengan adanya abortus yang disertai dengan gejala dan tanda infeksi alat genitalia, seperti panas, takikardi, perdarahan pervaginam yang berbau, uterus yang membesar, lembek serta nyeri tekan, dan adanya leukositosis.
Apabila terdapat sepsis, penderita tampak sakit berat, kadang-kadang menggigil. Demam tinggi, dan tekanan darah menurun. Untuk mengetahui kuman penyebab perlu dilakukan pembiakan darah dan getah pada serviks uteri.
Abortus servikalis
Pada abortus servikalis keluarnya hasil konsepsi dari uterus dihalangi oleh ostium uteri eksternum yang tidak membuka, sehingga semuanya terkumpul dalam kanalis servikalis, dan serviks uteri menjadi besar dengan dinding yang menipis. Pada pemeriksaan ditemukan serviks membesar dan diatas ostium uteri eksternum teraba jaringan.
Penanganan Abortus
Penilaian awal
Untuk penanganan yang memadai, segera lakukan penilaian dari :
  • Keadaan umum pasien
  • Tanda-tanda syok seperti pucat, berkeringat banyak, pingsan, tekanan sistolik < 90 mmHg, nadi > 112 x/menit
  • Bila syok disertai dengan massa lunak di adneksa, nyeri perut bawah, adanya cairan bebas dalam cavum pelvis, pikirkan kemungkinan kehamilan ektopik yang terganggu.
  • Tanda-tanda infeksi atau sepsis seperti demam tinggi, sekret berbau pervaginam, nyeri perut bawah, dinding perut tegang, nyeri goyang portio, dehidrasi, gelisah atau pingsan.
  • Tentukan melalui evaluasi medik apakah pasien dapat ditatalaksana pada fasilitas kesehatan setempat atau dirujuk (setelah dilakukan stabilisasi)
Penanganan spesifik
  1. Abortus imminens
  • Tidak diperlukan pengobatan medik yang khusus atau tirah baring total
  • Anjurkan untuk tidak melakukan aktifitas fisik secara berlebihan atau melakukan hubungan seksual.
  • Bila perdarahan :
-       Berhenti: lakukan asuhan antenatal terjadwal dan penilaian ulang bila terjadi perdarahan lagi.
-       Terus berlangsung: nilai kondisi janin (uji kehamilan/USG). Lakukan konfirmasi kemungkinan adanya penyebab lain (hamil ektopik atau mola).
-       Pada fasilitas kesehatan dengan sarana terbatas, pemantauan hanya dilakukan melalui gejala klinik dan hasil pemeriksaan ginekologis.
  1. Abortus insipiens
  • Lakukan prosedur evakuasi hasil konsepsi. Bila usia gestasi ≤ 16 minggu, evakuasi dilakukan dengan peralatan aspirasi vakum manual (AVM) setelah bagian-bagian janin dikeluarkan. Bila usia gestasi ≥ 16 minggu, evakuasi dilakukan dengan prosedur dilatasi dan kuretase (D&K)
  • Bila prosedur evakuasi tidak dapat segera dilaksanakan atau usia gestasi lebih besar dari 16 minggu, lakukan tindakan pendahuluan dengan :
-       Infuse oksitosin 20 unit dalam 500ml NS atau RL mulai dengan 8 tetes/menit yang dapat dinaikan hingga 40 tetes/menit, sesuai dengan kondisi kontraksi uterus hingga terjadi pengeluaran hasil konsepsi.
-       Ergometrin 0,2 mg IM yang diulangi 15 menit kemudian.
-       Misoprostol 400mg per oral dan apabila masih diperlukan, dapat diulangi dengan dosis yang sama setelah 4 jam dari dosis awal.
  • Hasil konsepsi yang tersisa dalam kavum uteri dapat dikeluarkan dengan AVM atau D&K (hati-hati resiko perforasi)
  1. Abortus inkomplit
  • Tentukan besar uterus (taksir usia gestasi), kenali dan atasi setiap komplikasi (perdarahan hebat, syok, infeksi atau sepsis).
  • Hasil konsepsi yang terperangkap pada serviks yang disertai dengan perdarahan hingga ukuran sedang, dapat dikeluarkan secara digital atau cunam ovum. Setelah itu evaluasi perdarahan :
-       Bila perdarahan berhenti, beri ergometrin 0,2 mg IM atau misoprostol 400 mg per oral
-       Bila perdarahan terus berlangsung, evakuasi sisa hasil konsepsi dengan AVM atau D&K (pilihan tergantung dari usia gestasi, pembukaan serviks dan keberadaan bagian-bagian janin).
  • Bila tidak ada tanda-tanda infeksi, beri antibiotik profilaksis (ampisilin 500 mg oral atau doksisiklin 100 mg)
  • Bila terjadi infeksi, beri ampisilin 1 gr dan metronidazol 500 mg setiap 8 jam.
  • Bila terjadi perdarahan hebat dan usia gestasi dibawah 16 minggu, segera lakukan evakuasi dengan AVM.
  • Bila pasien tampak anemik, berikan sulfas ferosus 600 mg perhari selama 2 minggu (anemia sedang) atau transfusi darah (anemia berat).
Pada beberapa kasus, abortus inkomplit erat kaitannya dengan abortus tidak aman, oleh sebab itu perhatikan hal-hal berikut:
  • Pastikan tidak ada komplikasi berat seperti sepsis, perforasi uterus, atau cidera intra abdomen (mual/muntah, nyeri punggung, demam, perut kembung, nyeri perut bawah, dinding perut tegang, nyeri ulang lepas).
  • Bersihkan ramuan tradisional, jamu, bahan kaustik, kayu, atau benda-benda lainnya dari region genitalia.
  • Berikan boster tetanus toksoid 0,5 ml bila tampak luka kotor pada dinding vagina atau kanalis servikalis dan pasien pernah diimunisasi.
  • Bila riwayat pemberian imunisasi tidak jelas, berikan serum anti tetanus (ATS) 1500 unit IM diikuti dengan pemberian tetanus toksoid 0,5 ml setelah 4 minggu.
  • Konseling untuk kontrasepsi pascakeguguran dan pemantauan lanjut.
  1. Abortus komplit
  • Apabila kondisi pasien baik, cukup diberi tablet ergometrin 3×1 tablet/hari untuk 3 hari.
  • Apabila pasien mengalami anemia sedang, berikan tablet sulfas ferosus 600 mg/hari selama 2 minggu disertai dengan anjuran mengkonsumsi makanan bergizi. Untuk anemia berat berikan transfuse darah.
  • Apabila tidak terdapat tanda-tanda infeksi tidak perlu diberi antibiotika, atau apabila khawatir akan infeksi dapat diberi antibiotik profilaksis.
  1. Abortus infeksiosa
  • Kasus ini beresiko tinggi untuk terjadi sepsis, apabila fasilitas kesehatan setempat tidak mempunyai fasilitas yang memadai, rujuk pasien ke RS
  • Sebelum merujuk pasien lakukan restorasi cairan yang hilang dengan NS atau RL melalui infuse dan berikan antibiotika(misalnya ampisilin 1 gr dan metronidazol 500 mg).
  • Jika ada riwayat abortus tidak aman, beri ATS dan TT.
  • Pada fasilitas kesehatan yang lengkap, dengan perlindungan antibiotik berspektrum luas dan upaya sbilisasi hingga kondisi pasien memadai, dapat dilakukan pengosongan uterus dengan segera (lakukan secara hati-hati karena tingginya kejadian perforasi pada kondisi ini)
Tabel 2.1 kombinasi antibiotika untuk abortus infeksiosa
Kombinasi antibiotika
Dosis oral
catatan
Ampisilin dan
metronidazol
3×1 gr oral dan
3×500 mg
Berspektrum luas dan mencakup untuk gonorrhea dan bakteri anaerob
Tetrasiklin dan
klindamisin
4×500 mg dan
2x300mg
Baik untuk klamidia, gonorrhea,bakteroides fragilis
Trimethoprim dan
sulfamethoksazol
160 mg dan
800 mg
Spectrum cukup luas dan harganya relatif murah
Table 2.2 antibiotika parenteral untuk abortus septik
Antibiotika
Cara pemberian
Dosis
Sulbenisilin
Gentamisin
metronidazol
IV
3×1 gr
2×80 mg
2×1 gr
Seftriaksone
IV
1×1 gr
Amoksisiklin + klavulanik acid
klindamisin
IV
3×500 mg
3×600 mg
  1. Abortus tertunda (missed abortion)
Missed abortion seharusnya ditangani di rumah sakit atas pertimbangan :
  • Plasenta dapat melekat sangat erat di dinding rahim, sehingga prosedur evakuasi (kuretase) akan lebih sulit dan resiko perforasi lebih tinggi.
  • Pada umumnya kanalis servikalis dalam keadaan tertutup sehingga perlu tindakan dilatasi dengan batang laminaria selama 12 jam.
  • Tingginya kejadian komplikasi hipofibrinogenemia yang berlanjut dengan gangguan pembekuan darah.
  1. Abortus habitualis
  • Penyebab abortus habitualis sebagian besar tidak diketahui oleh karena itu penanganannya terdiri dari: memperbaiki keadaan umum, pemberian makanan yang sempurna, menganjurkan untuk istirahat yang cukup, larangan koitus dan olahraga.
  • Terapi dengan hormone progesteron, vitamin, hormon tiroid, dan lainnya mungkin hanya mempunyai pengaruh psikologis karena penderita mendapat kesan penderita diobati.
  • Apabila pada pemeriksaan histerosalfingografi yang dilakukan dluar kehamilan menunjukan kelainan miom submukoa atau uterus bikornu maka kelainan tersebut dapat diperbaiki dengan pengeluaran miom atau penyatuan kornu uterus dengan operasi menurut Strassman.
  • Pada serviks inkompeten, apabila penderita telah hamil maka operasi untuk mengecilkan ostium uteri internum sebaiknya dilakukan pada kehamilan 12 minggu atau lebih sedikit. Dasar operasi adalah memperkuat jaringan serviks yang lemah dengan melingkari daerah ostium uteri internum dengan benang sutera atau dakron yang tebal. Bila terjadi gejala dan tanda abortus insipiens , maka benang harus segera diputuskan, agar pengeluaran janin tidak terhalangi. Apabila operasi berhasil, maka kehamilan dapat dilanjutkan sampai hampir cukup bulan dan benang dipotong pada kehamilan 38 minggu. Operasi tersebut dapat dilakukan menurut cara Shirodkar atau cara Mac Donald.
  1. Abortus servikalis
  • Terapi terdiri atas dilatasi serviks dengan busi Hegar dan kerokan untuk mengeluarkan hasil konsepsi dari kanalis servikalis.
Komplikasi Abortus
Komplikasi yang berbahaya pada abortus adalah perdarahan, perforasi, infeksi, dan syok.
  • Perdarahan
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi dan jika perlu diberikan transfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya.
  • Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi hiperretrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini, penderita perlu diamati dengan teliti. Jika ada tanda bahaya, perlu segera dilakukan laparatomi dan tergantung dari luas dan bentuk perforasi, penjahitan luka perforasi atau perlu histerektomi.
  • Infeksi
  • Syok
Syok pada abortus dapat terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dank arena infeksi berat (syok endoseptik).
Daftar Pustaka
Pedoman Diagnosis & Terapi Obstetri & Ginekologi RSUP Dr. Hasan Sadikin Bagian II Ginekologi. Editor : Hidayat Wijayanegara, dkk. Bandung :  Bagian Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran RSUP Dr. Hasan Sadikin, 1997.
Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu kandungan. Editor : Hanifa Wiknjosastro, dkk. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2007.
Wibowo, Budiono. Ilmu Kebidanan. Editor : Hanifa Wiknjosastro, dkk. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2002.